PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
3.1 Produk Domestik Bruto
(PDB)
PDB (Gross Domestic Product/GDP) adalah jumlah nilai
dari semua produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kawasan di
dalam periode waktu tertentu. PDB mencakup konsumsi pemerintah, konsumsi
masyarakat, investasi dan eksport dikurangi impor di dalam kawasan tertentu.
Rumus
PDB :
PDB
= C + I + G + (X-I)
C=
Konsumsi masyarakat
I
= Investasi
G
= Pengeluaran pemerintah
X
= Eksport
I
= Import
PDB
merupakan salah satu indikator yang penting dalam melihat sehat tidaknya
perekonomian suatu kawasan selain untuk menakar tingkat kemakmuran kawasan
tersebut. Biasanya PDB disajikan sebagai perbandingan tahun sebelumnya.
Sebagai contohnya jika PDB tahun ke tahun Indonesia naik 5,5% itu artinya
ekonomi Indonesia bertumbuh sebanyak 5,5% selama tahun terakhir tersebut.
Seperti
yang biasa terlihat, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang dipresentasikan
oleh PDB mempunyai dampak yang besar kepada perekonomian. Sebagai contohnya,
jika ekonomi suatu negara dinyatakan sehat maka dapat diartikan dengan tingkat
pengangguran yang rendah dimana banyak permintaan tenaga kerja dengan upah gaji
yang meningkat menandakan pertumbuhan dari industri-industri di dalam ekonomi.
Perubahan yang signifikan di dalam PDB apaah positif atau negatif mempunyai
dampak yang besar kepada pasar saham. Dengan mudah dapat dijelaskan bahwa
ekonomi yang tidak sehat berarti penurunan keuntungan bagi perusahaan yang
dalam arti praktis diartikan sebagai penurunan harga saham perusahaan tersebut.
Investor sangat khawatir dengan pertumbuhan negatif PDB yang dapat diartikan
oleh para ekonom, yaitu tanda terjadinya resesi.
3.2 Pertumbuhan dan
Perubahan Struktur Ekonomi
Kesejahteraan masyarakat dari aspek ekonomi dapat
diukur dengan tingkat pendapatan nasional per-kapita. Untuk dapat meningkatkan
pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target yang sangat
penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu tidak
mengherankan jika pada awal pembangunan ekonomi suatu Negara, umumnya
perencanaan pembangunan eknomi berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk
negara-negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dan
tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi ditambah lagi fakta bahwa
penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan
ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus jauh lebih besar dari laju
pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan masyarakat per-kapita dapat
tercapai.
Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan tingkat
kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja
yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga harus disertai dengan program
pembangunan sosial.
Ada beberapa faktor yang menentukan terjadinya
perubahan struktur ekonomi antara lain :
a. Produktivitas
tenaga kerja per sektor secara keseluruhan
b. Adanya
modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang
setengah jadi dan barang jadi.
c. Kreativitas
dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas pasar
produk/jasa yang dihasilkannya.
d. Kebijakan
pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan komoditi
unggulan
e. Ketersediaan
infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa
serta mendukung proses produksi.
f. Kegairahan
masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus
g. Adanya
pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah
h. Terbukanya
perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor
Struktur perekonomian adalah besar share lapangan
usaha terhadap total PDRB baik atas dasar harga yang berlaku maupun harga
konstan. Dengan mengetahui struktur perekonomian, maka kita dapat menilai
konsentrasi lapangan usaha yang sangat dominan pada suatu daerah. Biasanya
terdapat hubungan antara lapangan usaha dan penduduk suatu daerah. Menurut
Teori Lewis, perekonomian suatu daerah harus mengalami transformasi struktural
dari tradisional ke industri, yang ditunjukkan dengan semakin besarnya
kontribusi sektor non pertanian dari waktu ke waktu terhadap total PDRB.
Dalam kaitannya dengan transformasi struktural,
beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah :
Pertama, kenaikan riil share pada sektor primer
dapat saja dipahami apabila diikuti dengan peningkatan produktvitas yang ikut
membawa dampak positif pada upah rata-rata, khususnya di sektor pertanian.
Kedua, perlu diupayakan peningkatan nilai tambah
pada sektor sekunder, yakni industri pengolahan, khususnya industri skala kecil
dan menengah yang dibangun dengan basis pertanian. Hal ini mengandung arti
bahwa industri yang hendak dikembangkan harus dapat mendorong dan menyerap
hasil dari sektor pertanian.
Ketiga, berkenaan dengan sektor tersier, hendaknya
pengembangan sektor perdagangan harus terus dikembangkan dalam rangka
memperluas pasar pada sektor primer dan sekunder, termasuk perdagangan yang
bersifat ekspor (keluar daerah dan ke luar negeri). Sementara perkembangan
sektor hotel, restoran harus dipadukan dengan pembangunan pariwisata guna
menumbuhkan sektor tersebut dan industri pendukung wisata lainnya, seperti:
transportasi, komunikasi, souvenier dan jasa hiburan. Di samping itu,
pengembangan sub sektor tersier yang produktif harus terus ditingkatkan,
misalnya melalui pembangunan pariwisata yang lebih intensif, transformasi dan
revitalisasi sektor informal menjadi sektor formal yang lebih menekankan skill
dan pengetahuan.
3.3 Pertumbuhan Ekonomi
Selama ORBA hingga saat ini
Ketika orde baru mulai dengan pemerintahannya di
tahun 1966, ekonomi Indonesia dalam keadaan porak poranda. Antara tahun 1962
sampai 1966, pertumbuhan PDB hanya 2 % per tahun, yang lebih kecil daripada
pertumbuhan penduduk, sehingga pendapatan nasional per kapita menurun.
Investasi dalam % dari PDB, yang sangat strategis artinya bagi pertumbuhan
ekonomi menurun. Infra struktur dalam bidang transportasi, komunikasi, irigasi
dan kelistrikan memburuk. Anggaran negara yang selalu defisit, ditambah dengan
defisit dalam neraca pembayaran menyebabkan menyusutnya cadangan devisa. Di
tahun 1962 defisit anggaran negara 63 %, yang meningkat menjadi 127 % di tahun
1966. Defisit ganda dari anggaran negara dan neraca pembayaran juga
mengakibatkan hiper inflasi. Di tahun 1966, inflasinya mencapai 635 %. Pemerintah
yang tidak cukup mempunyai cadangan devisa melakukan penjatahan dalam penjualan
devisa, sehingga timbul pasar gelap untuk valuta asing dengan perbandingan
harga antara pasar gelap dan kurs resmi dengan 2 sampai 3 kali lipat. Perbedaan
ini terus meningkat sampai pernah mencapai 10 kali lipat.
Dalam keadaan yang demikian, dengan sendirinya orang
tidak mau memegang rupiah. Rupiah segera dijadikan barang yang harganya setiap
hari meningkat. Maka dunia perbankan tidak berfungsi, karena tidak ada orang
yang menyimpan uang di bank. Pelarian modal ke luar negeri dan spekulasi adalah
kegiatan sehari-hari dari para anggota masyarakat kita. Dengan kondisi
perekonomian yang porak poranda seperti tergambarkan di atas, pemerintah tidak
dapat langsung menyusun paket pertumbuhan ekonomi sebelum konsolidasi dan
rehabilitasi. Yang pertama-tama ditanggulangi adalah penekanan inflasi. Caranya
dengan menyeimbangkan anggaran negara. Uang beredar diturunkan melalui
pemberian bunga yang sangat tinggi untuk deposito berjangka pada bank-bank
milik negara, yaitu 60 % setahun. Asal usul deposito tidak dapat disusut.
Deposito dan tabungan di bank-bank BUMN yang di tahun 1962 hanya Rp. 5,-
milyar, meningkat menjadi Rp. 34,- milyar di tahun 1969, dan meningkat terus
menjadi Rp. 122,- milyar di tahun 1972. Sekarang, atau untuk tahun 1996, jumlah
tabungan dan deposito dalam perbankan keseluruhan, baik BUMN maupun bank-bank
swasta lainnya mencapai angka 172,7 trilyun. Sistem lalu lintas devisa dibuat
bebas. Penentuan kurs rupiah terhadap valuta asing, terutama dollar AS,
dipertahankan pada kurs tertentu dengan dollar AS, yang stabilitasnya dijamin
oleh BI. Setelah itu, diambangkan secara terkendali, yang sebanyak mungkin
diserahkan pada mekanisme pasar, dengan stabilisasi melalui intervensi oleh
Bank Indonesia bersedia menjadualkannya kembali, tetapi mereka juga membentuk
konsorsium untuk memberikan utang kepada Indonesia. Kelompok ini terkenal
dengan nama Inter Governmental Group on Indonesia atau IGGI. Setelah terjadi
ketegangan dengan pemerintah Belanda, dan mengeluarkannya, nama kelompok
negara-negara donor tanpa Belanda menjadi Consultative Group on Indonesia atau
CGI. Setelah tahap konsolidasi dilampaui, pemerintah mulai dengan program
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dari pihak pemerintah, pemompaan
daya beli pada masyarakat dilakukan melalui pembangunan infrastruktur secara
besar-besaran. Investasi dari sektor swasta, baik yang domestik maupun asing
dipacu dengan berbagai insentif seperti yang tertuang di dalam Undang-Undang nomor
1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang nomor 6
tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Pemerintah orde baru
dapat melakukan pembangunan ekonomi dengan stabilitas
politik
yang kokoh.
Stabilitas
politik diserahkan kepada ABRI, yang memberlakukan security approach, sedangkan
pembangunan ekonomi diserahkan kepada para profesional, yang kebanyakan bukan
politisi. Dengan bantuan dari lembaga-lembaga internasional, baik dalam nasihat
maupun dukungan dana, pembangunan selama orde baru telah membuahkan hasil yang
gemilang. Pertumbuhan ekonomi antara tahun 1970 sampai tahun 1996 berfluktuasi
antara yang paling rendah 2,25 % di tahun 1982, 2,26 % di tahun 1985 dan 3,21 %
di tahun 1986. Pertumbuhan pernah mencapai 14,6 % di tahun 1987 yang merupakan
perkecualian. Pada umumnya pertumbuhan berfluktuasi antara 6 sampai 8 %.
Pertumbuhan rata-rata dari 1969 sampai 1997 adalah 6,9 %. Ini adalah sebuah
prestasi yang mengagumkan banyak negara-negara maju dan lembaga-lembaga internasional.
Dengan pertumbuhan penduduk yang rata-rata 2 % setahun, pertumbuhan pendapatan
nasional per kapita mengalami kemajuan dari $ 76,- di tahun 1971 menjadi $
1.136 di tahun 1996. Sejak tahun 1970, inflasi terrendah adalah di tahun l985
sebesar 4,7 %, dan inflasi tertinggi di tahun 1974 sebesar 40,6 %, dengan
rata-rata inflasi sebesarl2,26 %. Kalau sejak tahun 1974, ekspor migas selalu
di atas 70 % dari keseluruhan ekspor, dan bahkan pernah mencapai 82,4 % di
tahun 1982, maka sekarang, di tahun 1996 ekspor minyak bumi dan gas alam hanya
merupakan 23,5 % saja dari keseluruhan ekspor. Ini berarti bahwa ketergantungan
kita pada migas sangat berkurang. Dengan produksi migas yang tidak menyusut,
perbandingan ini menunjukkan betapa industrialisasi telah meningkat pesat. Di
tahun 1968 sumbangan sektor pertanian terhadap pembentukan PDB adalah 51 %,
sedangkan sumbangan industri manufaktur hanya 8,5 %. Dengan produksi pertanian
yang tidak menyusut, sumbangan sektor industri manufaktur terhadap pembentukan
Produk Domestik Bruto di tahun 1996 sudah meninggalkan sektor pertanian, karena
sudah merupakan 25,5 %, sedangkan sumbangan sektor ertanian 16,5 %. Ini berarti
bahwa perekonomian telah mengalami modernisasi dan transformasi dari berat
pertanian pada berat industrialisasi, tanpa pertaniannya menjadi lemah. Target
pemerintah meningkatkan industrialisasi berdasarkan atas pertanian yang kuat
telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Sejak tahun 1970, ekspor non migas
mengalami kenaikan dari $ 475,- juta di tahun 1966 menjadi $ 38,093 milyar di
tahun 1996.
Pertumbuhan
ekonomi di indonesia ini mencapai 6% tahun ini, menurut BI ( bank Indonesia),
ekonomi Indonesia mencapai 5,5-6% pada tahun ini meningkat menjadi 6-6,5% pada
tahun 2011dengan demikian prospek ekonomi indonesia semakin bagus. perbaikan
ekonomi indonesia bersumber dari sisi eksternal sejalan dengan pemulihan
ekonomi global pada saat ini, seperty ekspor yang mencatatat pertunjukan yang
sangat positif, dan lebih baik lagi berbaremgan dengan impor yang akan lebih
baik lagi dan berdapak bagus di dalam amupun di luar negeri. selain didukung
perkembangan ekonomi global dan domestik yang membaik menurut BI (bank
Indonesia) ekonomi tahun depan juga disongkoh konsumsi rumah tangga yang kuat,
peningkatan sektor eksternal, dan peningkatan investasi, kata Gubernur BI Darma
nasution di jakarta.
3.4 Faktor-faktor Penentu
Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Ada beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi. Faktor
ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah
sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau
kewirausahaan.
Sumber daya alam yang meliputi tanah dan kekayaan
alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang dan
hasil laut sangat memengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam
hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan
dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki
nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).
Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan
pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang
besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi,
sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah
bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali
dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat
penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena
barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas. Faktor nonekonomi
mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik,
kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.
Atau dapat dijelaskan distribusi
Produk Domestik Bruto (PDB) menurut sector atas dasar harga berlaku menunjukan
peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun dan tiga sector
utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan mempunyai
peranan sebesar 55,9 persen pada tahun 2006.
Pengangguran terbuka per Agustus
2006 mencapai 10,93 juta orang atau 10,28% angkatan kerja. Masalah
kepemerintahan tahun 2007 masih tetap masalah kendala penerapan UU dan Presiden
berfikir keras untuk mengatasi hambatan pelaksanaan. Diramalkan sepanjang tahun
2007, Presiden akan aktif ”campur tangan” mengatasi kemacetan pelaksanaan UU
atau program tertentu, melakukan intervensi simpatik kepada departemen
fungsional dan daerah otonom.
Dapat disimpulkan bahwa
kepemerintahan tahun 2006 juga ditandai oleh senjang konsep kebijakan
pemerintah di atas kertas dengan implementasi lapangan , akan mendorong
reformasi birokrasi sepanjang 2007 dan pembentukan tim independen diluar
pemerintah yang akan melacak apakah suatu kebijakan telah dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat serta memberi rekomendasi tentang apa yang harus dilakukan
selanjutnya.
Tahun 2007 adalah ”jendela
peluang” bagi pemerintahan untuk berprestasi, namun kemungkin kecil dapat
dimanfaatkan Presiden. Stabilitas keamanan relatif baik sepanjang 2006,
harap-harap cemas dapat berlanjut tahun 2007. Disamping bencana alam,
kecelakaan transportasi udara/laut dan flu burung, terorisme tetap menjadi
ancaman serius dan agenda perburuan Noordin M.Top yang dianggap kepolisian RI
setara kaliber dengan Dr.Azahari akan tetap dilanjutkan Polri.
Referensi :
Komentar
Posting Komentar