Perlindungan Konsumen
Berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat , baik bagi kepentingan sendiri, keluarga , orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak unttuk diperdagangkan.
Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentukbadan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
A. Asas dan Tujuan
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 asas :
1. Asas Manfaat
Adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas Keadilan
Adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas Keseimbangan
Adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselematan pada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas Kepastian Huku
Adalah baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan perlindungan konsumen :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan , dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negatif pemakaian barang dan / jasa
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih , menentukan dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
4. Menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapat informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6. Meningkatkan kualitas barang dan / jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan / atau jasa, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen.
B. Hak dan Kewajiban Konsumen
Berdasarkan pasal 4 dan 5 undang-undang nomor 8 tahun 1999, hak dan kewajiban konsumen antara lain sebagai berikut.
1. Hak Konsumen
a. Hak atas kenyamanan,keamanaan,dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa.
c. Hak atas informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai barang dan jasa
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan
e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan secara patut
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
g. Hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur.
h. Hak untuk mendapatkan konpensasi,gantirugi atau penggantin apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai.
i. Hak-hak yang diatur dalam peratuiran perundang-undangan lainnya.
2. Kewajiban konsumen
a. Membaca,mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
d. Mengikuti upaya penyesuaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
C. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku usaha sebagai berikut.
1) Hak Pelaku Usaha
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2) Kewajiban Pelaku Usaha
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
D. Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
1) Larangan dalam Memproduksi/Memperdagangkan.
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-undangan
b. Tidak sesuaidengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.
g. Tidak mencantumkan tanggal kadarluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana menyatakan “halal” yang dicantumkan dalam label.
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang membuat barang, ukuran, berat/isi bersih atau neto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dibuat.
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2) Larangan dalam menawarkan/Mempromosikan/Mengiklankan.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, seolah-olah :
a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya/mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah/guna tertentu.
b. Barang tersebut dalam keadaan baik/baru
c. Barang/jasa tersebut telah mendapatkan sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan dan ciri-ciri tertentu.
d. Barang/jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
e. Barang/jasa tersbut tersedia.
f. Barang tesebut tidak mengandung cacat tersembunyi.
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu.
i. Secara langsung/tidak langsung merendahkan barang/jasa lain.
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap.
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
3) Larangan dalam Penjualan secara Obral/Lelang.
Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral, dilarang mengelabui/menyesatkan konnsumen :
a. Menyatakan barang/ jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi.
b. Menyatakan barang/ jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu.
c. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang lain.
d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain.
e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu/dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain.
f. Menaikan harga/tarif barang/jasa sebelum melakukan obral.
4) Larangan dalam Periklanan.
Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan, mislnya :
a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga barang/tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa.
b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang/jasa.
c. Membuat informasi yang keliru mengenai barang/jasa.
d. Tidak membuat informasi mengenai risiko pemakaian barang/jasa.
e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang/persetujuan yang bersangkutan.
f. Melanggar etika/ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
E. Klausula Baku dalam Perjanjian
Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian, antara lain :
1) Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
2) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
3) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli konsumen.
4) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran.
5) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
6) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.
7) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
8) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
F. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 diatur Pasal 19-28. Dalam Pasal 19 mmengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerugian konsumen.
Kemudian, Pasal 20 dan 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan Pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam Pasal 19.
Dalam Pasal 27 disebutkan hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen,apabila.
1) Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan.
2) Cacat barang timbul pada kemudian hari
3) Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang
4) Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen
5) Lewatnya jangka waktu penentuan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang dijanjikan.
G. Sanksi
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yang ditulis dalam Pasal 60-63 dapat berupa sanksi administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran atau pencabutan izin usaha.
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Sanksi Perdata :
Ganti rugi dalam bentuk :
- Pengembalian uang atau
- Penggantian barang atau
- Perawatan kesehatan, dan/atau
- Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi:
Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
2. Sanksi Pidana :
Kurungan :
- Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
- Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan
- · Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
- Hukuman tambahan antara lain :
- Pengumuman keputusan Hakim
- Pencabuttan izin usaha
- Dilarang memperdagangkan barang dan jasa.
- Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa.
- Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
Contoh Kasus :
1. Kasus Pedagang Daging Giling Celeng
Seorang pedagang daging giling terbukti menjual daging celeng yang disamarkan sebagai daging sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk bahan baku bakso. "Sudah diperiksa di laboratorium, hasilnya memang benar itu daging celeng," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.
Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung kami tindaklanjuti," kata Pangihutan. Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.
Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman. Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya. Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek Penjaringan. Dia dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar karena tak melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi dari rumah potong dan berterus terang kepada pembeli," kata Pangihutan.
Penyelesaian :
Seperti yang dikatakan berita diatas, pelaku terjerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pasal ini berisikan bahwa :
a. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2)Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
b. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
c. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
2. Kasus Penarikan Produk Obat Anti-Nyamuk HIT
Pada hari Rabu, 7 Juni 2006, obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan akan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia, sementara yang di pabrik akan dimusnahkan. Sebelumnya Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi mendadak di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT. Atas hal ini PT. Megarsari akmur dijerat dengan pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Penyelesain :
Atas hal ini PT. Megarsari akmur dijerat dengan pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
3. Kasus Keterlambatan Maskapai Penerbangan Wings Air
Di Surabaya, seorang advokat menggugat Lion selaku pemilik Maskapai Penerbangan Wings Air di karena penerbangan molor 3,5 jam. Maskapai tersebut digugat oleh seorang advokat bernama DAVID ML Tobing. DAVID, lawyer yang tercatat beberapa kali menangani perkara konsumen, memutuskan untuk melayangkan gugatan setelah pesawat Wings Air (milik Lion) yang seharusnya ia tumpangi terlambat paling tidak sembilan puluh menit.
Kasus ini terjadi pada 16 Agustus lalu ia berencana terbang dari Jakarta ke Surabaya, pukul 08.35 WIB. Tiket pesawat Wings Air sudah dibeli.Hingga batas waktu yang tertera di tiket, ternyata pesawat tak kunjung berangkat. DAVID mencoba mencari informasi, tetapi ia merasa kurang mendapat pelayanan. Pendek kata, keberangkatan pesawat telat dari jadwal.
DAVID menuding Wings Air telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan keterlambatan keberangkatan dan tidak memadainya layanan informasi petugas maskapai itu di bandara. Selanjutnya DAVID mengajukan gugatan terhadap kasus tersebut ke pengadilan untuk memperoleh kerugian serta meminta pengadilan untuk membatalkan klausa baku yang berisi pengalihan tanggung jawab maskapai atas keterlambatan, hal mana dilarang oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
DAVID menuding Wings Air telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan keterlambatan keberangkatan dan tidak memadainya layanan informasi petugas maskapai itu di bandara. Selanjutnya DAVID mengajukan gugatan terhadap kasus tersebut ke pengadilan untuk memperoleh kerugian serta meminta pengadilan untuk membatalkan klausa baku yang berisi pengalihan tanggung jawab maskapai atas keterlambatan, hal mana dilarang oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Penyelesaian :
Sebagaimana berita diatas bahwa David mengajukan kasus ini ke pengadilan untuk memperoleh kerugian serta meminta pengadian untuk membatalkan klausa baku yang berisi tanggung jawab maskapai atas keterlambatan, yang mana hal ini dilarang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 18 ayat 1 huruf a.
4. Kasus Prita Mulyasari : Hak Konsumen Di Perlakukan Tidak Adil
Berbagai kasus tentang perlindungan konsumen selalu menjadi perhatian, dalam kasus ini biasanya pemenangnya dari pihak produsen. Contohnya kasus prita, prita dari sekian banyaknya korban yang memperjuangkan haknya sebagai konsumen yang menuntut pertanggungjawabannya dari penyedia jasa. Sebagai konsumen yang merasakan ketidakpuasan atas pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional. Seharusnya Prita wajar untuk mengajukan keluhan. Prita “bukan tanpa hak” untuk menyampaikan keluhannya. Prita menyampaikankeluh kesahnya pada jejaring sosial di internet, justru malah mendapatkan tuntutan penghinaan dan atau pencemaran nama baik
Muasalnya adalah tulisan Prita dalam e-mail pribadi kepada rekan-rekannya yang berisi keluhan terhadap pelayanan RS yang berlokasi di Serpong, Tangerang tersebut. Prita awalnya memeriksakan diri pada 7 Agustus 2008 dengan keluhan panas tinggi dan sakit kepala. Ia ditangani dr. Hengky dan dr. Indah, diagnosanya adalah Demam Berdarah (DB) dan disarankan rawat-inap. Semasa rawat inap, Prita merasakan berbagai kejanggalan seperti terus diberikan berbagai suntikan tanpa penjelasan apa pun. Bahkan, tangan, leher dan daerah sekitar mata mengalami pembengkakan. Ketika Prita memutuskan untuk pindah rumah sakit, ia kesulitan mendapatkan data medis dirinya. Yang dipermasalahkannya adalah mengapa diagnosa awal 27.000 trombosit bisa berubah mendadak menjadi 181.000 trombosit. Prita mempertanyakan perbedaan yang signifikan itu.
Penyelesaian :
Dalam kasus di atas prita menyampaikan keluhan pelayanan RS yang berlokasi di Serpong, Tangerang tersebut melalui email pribadinya, dengantindakan itu prita malah mendapatkan tuntutan penghinaan dan atau pencemaran nama baik, pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Karena ancaman hukuman maksimalnya disebutkan dalam pasal 45 ayat 1 UU yang sama lebih dari 5 tahun penjara atau tepatnya 6 tahun penjara, maka tersangka bisa ditahan.
Padahal prita hanya menyampaikan keluhan yang dikemukakan Prita pada internet atas layanan rumah sakit Omni Internasional yang tidak memuaskan konsumen dan itupun dijamin oleh undang-undang. Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang berlaku sejak 20 April 2000.
Referensi :
http://rikiaprianto1994.blogspot.co.id/2015/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://richiachmad.blogspot.co.id/2016/06/perlindungan-konsumen.html
http://dyahshintakusumaningtyas.blogspot.co.id/2014/05/perlindungan-konsumen.html

Komentar
Posting Komentar